Rabu, 22 Desember 2010

IBU


Entahlah saya harus memulai dari mana, karena seperti ada sesuatu yang menekan dari alam bawah sadar saya untuk menulis tentang ini. Kejadiannya bermula ketika saya dan kakak ipar saya menikmati kudapan di sore hari. Bersantai di rumah sambil menikmati siaran televisi. Abang dan kakak ipar saya memiliki dua anak perempuan yang lucu-lucu. Paling sulung namanya Gaby berumur 3 tahun 6 bulan, dan yang kedua Keyla atau Keke yang masih berumur 9 bulan dan baru keluar dari rumah sakit karena mencret dan dehidrasi. Lagi asik-asiknya makan, eh si Keyla pup, dan dia mencret. Pada saat itu dia pake celana warna putih, bisa membayangkan ada cetakan itu? Gaby teriak “adek ook mah”. Dan makin banyaklah keluar, sampai lantai putih pun kena. Pada saat itu saya pun lagi makan, jujur aja, saya pun mau muntah, pemandangan yang kurang cocok pada waktu itu. Tapi beda dengan kakak ipar saya, dia meletakkan piringnya langsung menggendong Keyla ke kamar mandi, dan membereskan semuanya. Setelah itu dia kembali lagi ke makanannya. Waawww, amazing. Tanpa menunjukkan rasa jijik dan keinginan untuk muntah.
Ibu, hanya seorang ibu yang bisa melakukan itu ke anaknya. Tidak ada yang lain. Bisa bayangin seberapa terganggunya kenyamanan ibu kita waktu mengalami hal itu. Betapa dia menahan rasa pengen muntahnya?

Kejadian kedua yang membuat saya terharu adalah ketika mengantarkan kakak ipar saya belanja. Selagi doi belanja saya singgah di sebuah warung yang menjual pecel, gorengan dll. Yah dari pada mati bosan kan. Di warung itu saya mendengarkan pembicaraan seorang ibu yang lagi makan dan si ibu penjual.
Ibu pembeli (IPEM) : Lho bu, sendirian aja kerjanya?
Ibu penjual (IPEN) : Iya nih, sendiri aja kak (sambil menggiling bumbu pecel)
Ipem : Repot kali kak, anaknya mana?
Ipen : Duh kak, hari gini harapin anak. Anakku yang pertama sekolahnya di Padang, ga disini, yang lain yah gitulah kak.
Ipem : Yang lain emang ga bisa bantuin, yang disini udah kelas berapa?
Ipen : Udah bisa bantu sih kak sebenarnya. Udah kelas 6. Ya tapi itulah, kadang ga tega nyuruhnya. Seharian banyak banget aktivitasnya. Sekolah, ekstra, les, belum lagi ngaji. Ahh banyaklah kak.

See that? Ga tega? Seberapa capek sih kita dulu waktu sekolah. Saya pikir-pikir sekarang, sebenarnya bisa aja kalau hanya buat bantu. Oklah kita punya segudang aktivitas. Sekolah dimulai jam 7-2 siang, ekstra atau les jam 3-7 malam, masa habis itu ga bisa bantu. Yah ga usah setiap harilah, tapi hanya buat seorang Ibu merasa bahwa dia bekerja untuk anak dan anaknya menghargai itu dengan membantunya. Cukup 4 kali seminggu, atau ga setiap hari tapi dengan durasi yang pendek aja, yah bantunya 1 jam setiap hari kan cukup. Kita bisa nonton serial drama atau nonton bioskop selama lebih dari 1 jam, masa bantu buat 1 jam aja ga bisa? Bahkan saya kalau bisa mengulang masa sekolah saya, saya akan kembali ke masa itu. Dimana saya tidak terlalu banyak membantu orang tua. Baru nyadar sekarang waktu udah jauh dari orang tua dan berharap bisa membantu mereka disana. Baru nyadar waktu ngekos jauh dan ngerasain betapa susahnya mencari uang dan mengatur uang untuk satu bulan. Well, mengatur uang satu bulan untuk diri sendiri tau kan gimana sulitnya, gimana seorang Ibu yang harus mengatur uang untuk kebutuhan satu keluarga? Wehhh mampus gila.

Dan saya tidak tahu apakah, hari ibu bisa di ekuvalenkan dengan hari istri sedunia. Karena menurut saya, sekarang ini suami-suami Indonesia harus sadar dengan peran seorang istri. Cobalah hargai mereka dengan cara bantu mereka untuk tidak merepotkan mereka. Yah kalo lagi nyantai di malam hari menonton sinetron, ga usah diganggu dengan acara bola favorit suami-suami, seharian mereka bosan menonton kartun mulu, mungkin mereka udah hapal kali acara kartun. Berikanlah mereka waktu “sinetron” di waktu anak-anak kalian sudah istirahat. Trus kalo udah selesai makan ga usah main tinggallah piring kotor di meja makan, kan punya tangan dan kaki dong buat nganter ke tempat piring kotor. Trus ga usah pakai “Kalimat lelaki sedunia” : “kan udah capek dari kantor”. Hell O, istri juga capek kali di rumah. Seharian masak, ngurus anak, nyuci, nyapu, ngepel, beresin rumah bla bla bla bla. Apa kita para suami dan calon suami bisa melakukannya? Saya sih setres kalo disuruh menjaga anak-anak dan bisa menyetrika, nyuci, ngepel bla bla, apalah itu. Jadi, hargailah profesi mereka. Mereka adalah “Profesi 24 jam”. Kalo diitung-itung yah, gaji mereka kalo diuangkan melebihi gaji seorang suami kali yah. Hahahaha.

Masih banyak deretan situasi yang membuat kita mengeluarkan “amazing expression” saat melihat betapa hebatnya seorang ibu. Kalo saya rasa para ibu-ibu itu hanya ingin diperhatikan dan dihargai, selain itu biarkan dia berkarya. Pasti sukses.

Selamat Hari Ibu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar