Sabtu, 19 Februari 2011

Bioskopku...

Beberapa hari ini memang sedikit gusar dibuat pemberitaan tentang kenaikan pajak dan bea masuk untuk film luar negeri. Apalagi dengan ramainya komentar orang-orang di social media. Saya memang gusar parah, ya iyalah. Ada beberapa alasan saya gusar. 1. Saya pecinta film, 2. Film yang banyak saya tonton adalah film dari luar negeri, 3. Film Indonesia adalah film yang jarang saya tonton di bioskop, 4. Menurut saya, dari sekian banyak film Indonesia jarang yang dinamakan BERKUALITAS, 5. Tidak banyak film Indonesia yang pas dengan genre kesukaan saya.


Saya berusaha untuk melihat apa sih sebenarnya latar belakang dari pengambilan keputusan ini? Ini penting banget. Jangan sampai kayak kejadian Si Uber Twitter, gara-gara disuspend yang disalahin malah Bapak Tiffatul Sembiring, padahal kan ga. Kasian beliau. Mr. Brand Suspend’er sepertinya melekat sekali di masayarakat Indonesia. Hahaha.

Setelah membaca banyak artikel, ada beberapa informasi yang sebenarnya membuat saya terkejut dan sedikit out of topic. Dan setelah melanglang buana ke berbagai website saya menemukan berbagai hal yang menarik mulai dari komentar-komentar lucu samapi yang menangisi keadaan yang tidak bisa menikmati adegan sang Daniel Radcliffe di film Harry Potter yang terakhir dan lain lain. Sampai akhirnya saya menemukan sebuah konfirmasi seseorang dari Ditjen Bea dan Cukai, di sebuah artikel yang diterbitkan TEMPO, yang menyatakan hal tersebut sudah ada dari waktu yang lama katanya. Lha kok baru ribut sekarang, Pak? Tapi bapak ini akan berjanji menjelaskannya hari Senin depan berarti 21 Februari 2011, kita tunggu saja. (Artikel klik disini)

Trus yang membuat saya tertarik lagi pada sebuah artikel di website yang sama, dengan judul yang seru “Ditjen Pajak Klaim Importir Film Sudah Akur“. Disana dikatakan bahwa para agen importir film asing sudah dijelaskan secara gamblang pada tanggal 16 Februari 2010 yang lalu.Katanya disana pihak Ditjen Pajak sudah menjelaskan dan para agen importir sudah menerimanya. Jadi ya seharusnya sudah tidak ada lagi dong isu pemboikotan film asing? Iya ga? Dan harusnya sudah goes normally dong? Tapi kenapa masih ribut? (Artikel klik disini)

Tapi entahlah saya sedikit ada penasaran dengan masalah ini. Begini saja, kalo pajak atau bea masuk dinaikkan seharusnya ga terlalu gusar dengan cara menarik film asing? Bisa aja kan disiasati dengan menaikkan HTM untuk film asing. Iya ga? Kan sama aja waktu BBM naik ya beberapa barang kebutuhan juga ikutan naik, kan itu imbasnya. Entahlah menurut saya seperti ada sebuah gelombang untuk mengacaukan dan membelah pemikiran masyarakat Indonesia atas berbagai banyak masalah di negara ini. Ini menurut saya lho. Tapi entahlah, saya tidak punya banyak kemampuan untuk menganalisis ke arah sana.

Eh tapi saya juga nemuin sebuah artikel yang menurut saya mencengangkan tentang perpajakan film lokal Indonesia. Ternyata pajaknya untuk sebuah judul film 18 kopi bisa mencapai sampai Rp. 443 juta lho. Waw. Ini dia artikelnya, bisa dibaca sendiri. (Artikel klik disini)

Saya hanya berharap film asing bisa diputar di Indonesia. Kalo masalah ini untuk memproteksi film Indonesia tidaklah merupakan kebijakan yang benar. Marilah para sineas Indonesia bersaing secara kualitas dengan film luar. Toh kalau kualitasnya bagus pasti ditonton kok. Suguhi kami film yang ok, jangan melulu komedi esek-esek, horor esek-esek atau komedi-horor-esek-esek. Carilah ide yang segar lainnya, yah biarlah dulu si Pocong bebas berkeliaran di alamnya bukan dibioskop, biarlah dulu suster ngesot bebas di rumah sakit tua bukan di bioskop, dan biarlah dulu setan-setan lainnya menempati rumah mereka bukan di bioskop. Karena dari status facebook mereka yang terakhir rata-rata pada homesick semua dan bosan di bioskop, dingin banget katanya. LOL.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar